KANDANG KAOQ KECAMATAN TANJUNG, KABUPATEN LOMBOK UTARA
Legenda Asal-usul
Dukuh Kandang Kaoq Kecamatan Tanjung, itu dulunya ialah sebuah lokasi untuk kandang-kandang kerbau milik orang-orang desa Tanjung. Seperti telah disampaikan di atas dalam bahasa Sasak, Kandang Kaoq itu artinya kandang Kerbau. Lokasi kandang Kerbau ini kemudian berkembang menjadi daerah pemukiman yang sekarang menjadi dukuh ini, tetapi meskipun demikian namanya tetap Kandang Kaoq. Kerbau yang dulu dikandangkan di sini ini fungsinya ialah untuk menggarap sawah sebagai ganti tenaga manusia untuk mematangkan lahan agar siap tanam. Hal ini adalah karena tanah disini sangat luas untuk bisa dikerjakan dengan tangan, jadi kerbau dilepas untuk menginjak-injak sawah sebelum ditanami. Walaupun dukuh ini bernama Kandang Kaoq, dewasa ini sudah tidak ada lagi Kerbau dalam dukuh, yang ada hanya sapi, sementara kerbaunya dikandangkan di tepi sawah.
Aspek Budaya Serta Kaitannya Dengan Bangunan Tradisional
Orang Kandang Kaoq tidak mengenal hak milik tanah. Semua lahan dalam dukuh ini adalah hak milik desa. Kalau ada keluarga yang ingin membangun rumah baru, maka lokasinya ditentukan oleh keputusan rapat desa yang dipimpin oleh Tuak Lokaq atau sesepuh desa. Sesudah itu pemakaian rumah itu diserahkan dan dikuasakan kepada satu keluarga dan keturunannya. Yang termasuk dalam wilayah rumah ialah halaman, lumbung, kandang dan berugaq (sekenem), dan yang juga fungsinya untuk duduk-duduk.
Meskipun halaman itu termasuk wilayah rumah, batas fisiknya tidak jelas. Dengan demikian, halaman yang berada diantara dua wilayah rumah itu dianggap milik dan tanggung jawab kedua keluarga. Sehingga pemeliharaannya dilaksanakan secara gotong royong oleh pemilik-pemilik rumah yang membatasi halaman tersebut.
Menurut adat desa Tanjung lumbung itu ada beberapa macam jenisnya dan tiap jenis memiliki derajatnya sendiri. Jenis lumbung yang paling tinggi derajatnya ialah Alang, dan yang tidak didapati di Kandang Kaoq. Disini derajat lumbung tertinggi ialah Sambi yang sederajat lebih rendah dari Alang, sedang dua bentuk lumbung lain yang ada ialah Geleng dan Lumbung. Geleng dan Lumbung secara berurutan derajatnya lebih rendah dari Sambi, dan keduanya juga didapati di Kandang Kaoq. Letak Sambi di dukuh ini ialah di belakang rumah. Untuk membangun lumbung di dukuh ini tidak ada tradisi perhitungan mencari hari. Hal ini mungkin karena lumbung alang tidak terdapat di Kandang Kaoq.
Perhitungan mencari hari untuk membangun hanya dilakukan untuk rumah saja. Sesudah hari baik ditemukan, maka pada hari pertama dilakukan upacara yang disebut nukaq seimbik atau upacara perletakan batu pertama. Dan tidak ada selamatan apapun yang perlu dilakukan sebelum membangun rumah. Untuk menghitung hari baik, hari pasaran legi (manis) tidak diperkenankan untuk dipakai membangun.
Sesudah rumah selesai dibangun diadakan selamatan sebelum penghuni mulai mendiami rumah tersebut. Selamatan ini dipimpin oleh Tuak Lokaq dan pemuka agama, setelah dicarikan hari baik terlebih dahulu, dan selamatan ini dihadiri oleh seluruh warga dukuh Kandang Kaoq. Selamatan ini biasanya dilakukan pada bangunan Berugaq. Disini disajikan makanan yang seluruhnya secara lengkap diatur pada sebuah dulang atau talam. Untuk ini disediakan dulang khusus yang terbuat dari kayu, berbentuk bulat dan sedikit cekung. Dibagian bawah dulang ini ditopang oleh badan silindris melebar di sebelah bawah. Dulang dan kaki silindrisnya merupakan suatu kesatuan. Tiap dulang dapat melayani empat orang, dan pada tiap berugaq ditempatkan empat dulang, jadi tiap dulang melayani enambelas warga dukuh. Untuk bisa menampung seluruh warga dukuh diperlukan beberapa berugaq. Karena itu penggunaan berugaq itu menunjukkan semangat gotong royong, karena meskipun berugaq itu milik satu keluarga, siapa saja bisa memakainya.
Meskipun perhitungan mencari hari dan selamatan tidak dilakukan untuk lumbung dan berugaq, atau bangunan lain. Ini mungkin karena lumbung alang tidak didapati di Dukuh Kandang Kaoq, sedang fungsi berugaq disini juga sekedar untuk menampung kegiatan sosial dan tidak sampai ke kegiatan agama.
Catatan mengenai selamatan. Jumlah dulang yang disajikan dalam selamatan diatur secara adat. Kalau selamatan diadakan untuk “urusan hidup” seperti misalnya membangun rumah dan upacara perkawinan, maka jumlah dulang selalu genap, biasanya empat untuk tiap berugaq. Sebaliknya kalau untuk selamatan orang meninggal, jumlah dulang ganjil, biasanya lima atau tujuh. Aturan ganjil dan genap ini terus diikuti sampai kepada ukuran makanan yang disajikan, misalnya jumlah genggam beras yang ditanak, ayam yang dipotong, dan seterusnya.
Perhitungan mencari kain untuk bangunan dilaksanakan hanya untuk membangun rumah baru, dan tidak untuk memperbaiki atau membangun kembali rumah yang rusak. Kecuali kalau bagian yang akan diperbaiki itu adalah atap, maka perlu dicarikan hari baik dengan ketentuan umum seperti membangun rumah baru. Untuk pembangunan bahan utama yang dipergunakan ialah kayu dan batang kelapa, serta bambu. Di Kandang Kaoq tidak ada bagian rumah yang dihias, diberi ornament atau dicat karena ini merupakan pantangan. Pada waktu orang meninggalkan rumah lama untuk tinggal dirumah baru, sebagai persyaratan simbolis, orang ini membawa alat makan sirih dan tidak ada bagian rumah lama yang dibawa.
Aturan adat dalam masalah bangunan yang masih keras dipegang oleh warga Kandang Kaoq ialah mengenai arah rumah. Arah rumah yang ditentukan oleh arah wuwungan atau bahasa Sasaknya buk-buk, ialah Utara-Selatan sesuai dengan arah mata angin di daerah ini. Dengan demikian pintu berada di sisi Barat atau Timur, sehingga pada waktu hujan angin, air tidak masuk rumah. Tidak ada alasan lain yang dikemukakan dalam hal ini. Menurut aturan adat, rumah di Kandang Kaoq tak boleh berhadapan dengan lumbung. Lumbung harus ditempatkan dibelakang rumah, yaitu menghadap wajah Barat atau Timur rumah yang tak berpintu.
Disamping adat tersebut diatas, ada tata cara untuk mengatur perekonomian. Di Kandang Kaoq calon pengantin wanita tidak dipinang, baik dengan upacara maupun tidak. Calon mempelai wanita harus dicuri oleh bakal suaminya. Baru setelah itu diadakan pendekatan antara kedua keluarga dan upacara pernikahan diselesaikan secara adat.
Pandangan Penduduk Mengenai Beberapa Aspek Arsitektur Tradisional dan Non Tradisional
Di dukuh ini, meskipun jumlah bangunan tradisional masih nampak dominan tetapi bangunan yang non tradisional sudah banyak pula. Pola pemukiman disini jelas sekali terbagi dua. Bagian pertama terletak dekat dengan jalan masuk dukuh dan jelas kelihatan dari jalan yang bisa dilalui kendaraan bermotor. Pada wilayah pertama inilah sebagian terbesar bangunan masuk dukuh dan jelas kelihatan dari jalan yang bisa dilalui kendraan bermotor. Pada wilayah pertama inilah sebagian terbesar bangunan non tradisional berada, sehingga kesan pertama bagi orang luar ketika memasuki dukuh ini adalah bahwa pola fisik Kandang Kaoq sudah tidak tradisional. Pola tata letak bangunan disini sebetulnya mengikuti “grid-iron”, tetapi karena bentuk rumah yang ada keseragaman, atau tidak memiliki unsur pemersatu, suasananya seolah-olah tidak teratur.
Pada bagian kedua, dan ini merupakan wilayah yang lebih luas dari bagian pertama diatas, baik bentuk bangunan maupun pola tata letaknya masih tradisional. Pola grid iron jelas sekali, dan secara ketat mengikuti keseluruhan bentuk fisik desa ini. Dari hal ini barangkali yang mempengaruhi pola bagian pertama. Disinipun bangunan non tradisional sudah ada, kebanyakan pada rumahnya, tetapi pola tradisional masih merupakan ciri karakter utama.
Lebih separuh responden Kandang Kaoq tinggal di rumah tradisional. Sebagian dari mereka ini mengatakan bahwa bentuk arsitek tradisional Sasak harus dipertahankan, tetapi mereka ini rupanya menganggap bahwa ada unsur adat yang berkaitan dengan upacara membangun rumah yang sudah tidak sesuai lagi seperti arah menghadap rumah yang sering tidak memperhitungkan terhadap oientasi matahari, tak ada jendela dan ventilasi, dan gelap serta dianggap kurang sehat. Karena itu sebagian terbesar dari responden ini lebih menyukai membangun rumah baru kalau ada biaya. Tetapi ketika ditanyakan alasan yang spesifik mengenai alasan pilihannya ini, jawabannya kurang mendasar, seperti misalnya malu kepada tetangganya yang rumahnya modern.
Sisa dari responden tinggal di rumah non tradisional. Sebagian terbesar dari responden ini ternyata memang lebih menyukai tinggal di bangunan-bangunan demikian, tetapi pendapat mereka bertentangan dengan kenyataan yang menekankan perlunya bangunan asli Sasak dipertahankan. Mengenai alasan kecenderungan untuk memilih tinggal di bangunan non tradisional, responden-responden ini lebih konsisten dengan menyatakan kebutuhan akan ventilasi, sinar matahari, dan kebebasan individual dalam memilih bentuk rumahnya.
Sebagian terbesar dari responden secara keseluruhan menyatakan bahwa lumbung adalah bangunan terpenting dari keseluruhan bangunan tradisional, dan rumah menempati urutan kedua. Dan hal ini juga ternyata dari pilihan mereka untuk tetap mempertahankan bentuk lumbung tradisional, meskipun mereka lebih memilih tinggal dirumah non tradisional. Alasan merekapun lebih positif misalnya yaitu untuk memelihara tradisi suku Sasak. Hal yang menarik lagi ialah pendapat responden mengenai berugaq. Secara keseluruhan sebagian terbesar penduduk cenderung untuk mempertahankan adanya berugaq dalam bentuk tradisional yang ada. Mereka yang sudah tinggal di di rumah-rumah non tradisional yang juga memiliki ruang duduk tersendiri, menyatakan bahwa berugaq itu lebih sesuai untuk fungsi sosialisasi dan lebih nikmat untuk tempat berkumpul warga dukuh dibandingkan dengan ruang duduk dalam rumah.
Sebagian terbesar responden untuk keperluan mandinya menggunakan sumur meskipun tidak ada bentuk fasilitas mandi yang tradisional. Sebagian dari sarana MCK yang ada memang terbuka dan hanya ada sumurnya saja. Tetapi sebagian responden mengatakan bahwa aspek moral sudah mulai menjadi faktor penting dalam hal ini, sehingga sebagian dari fasilitas MCK diberi penutup pandangan dari anyaman bambu. Bahkan di beberapa rumah tradisional, ada fasilitasnya. Fasilitas MCK ini juga masih menunjukkan rasa bermasyarakat yang kuat di kalangan penduduk, karena fasilitas ini dipergunakan untuk kepentingan bersama, meskipun dibangun dan dimiliki oleh keluarga tertentu saja. Meskipun demikian, masih ada juga responden yang lebih senang mandi di kali.
Konsep kesehatan ternyata belum betul-betul diresapi. Hal ini ternyata dari jawaban responden yang pada umumnya mengatakan bahwa mereka tidak memberi cukup ventilasi bagi dapurnya, termasuk yang sudah tinggal di rumah non tradisional. Dapur masih dianggap sarana penunjang yang tak perlu pemikiran matang. Ini juga ternyata dari cara mereka menyimpan makanan masak yang hanya sebagian kecil responden memiliki tempat penyimpanan khusus. Demikian juga mengenai sinar matahari, sebagian dari responden yang rumahnya sudah dilengkapi dengan jendela kaca, ternyata penempatannya masih belum memanfaatkan unsur kesehatan yang penting ini. Bagi mereka jendela kaca masih merupakan fasilitas pelengkap untuk memberikan kesan “modern” bagi rumahnya.
Gagasan modernisasi memang masih baru kulitnya saja yang ditampilkan oleh responden. Dan ini ternyata dari pemilikan bahan non tradisional yang sering tidak sesuai dengan kondisi lingkungan, seperti misalnya memilih atap seng itu mudah terkena korosi dan menyerap banyak radiasi matahari di waktu siang.(S2 kdk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar